Miris! Faisal Basri Ungkap ‘Fakta Menyedihkan’ Tenaga Kerja Lokal di Smelter China

  • Bagikan
X
BULETINDEWATA.COM - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Faisal Basri, masih memiliki “amunisi” untuk mengkritisi kebijakan hilirisasi nikel pemerintahan Jokowi. 


Kali ini, Faisal mengungkapkan fakta menyedihkan tentang nasib tenaga kerja Indonesia yang digaji kisaran UMR saja.


Sementara besaran gaji antara tenaga kerja asing (TKA) asal China di pabrik smelter milik pengusaha China sangat istimewa. Bagaimana tidak, mereka mendapat gaji antara Rp17 juta hingga Rp 54 juta per bulannya.


“Salah satu perusahaan smelter China membayar gaji antara Rp 17 juta hingga Rp 54 juta. Sedangkan rata-rata pekerja Indonesia hanya digaji jauh lebih rendah atau di kisaran upah minimum,” kata Faisal seperti dikutip dalam keterangan resminya, Senin (14/8/2023).


Faisal menambahkan, banyak dari TKA asal China itu yang datang dengan visa kunjungan dan bukannya visa pekerja. 


Hal itu menyebabkan para TKA asal China itu tidak perlu membayar pajak penghasilan, yang seharusnya disetorkan ke pemerintah Indonesia.


“Dengan memegang status visa kunjungan, sangat boleh jadi pekerja-pekerja China tidak membayar pajak penghasilan,” ujarnya.


Apalagi, lanjut Faisal, nyatanya banyak dari para tenaga kerja China itu yang bukan merupakan tenaga ahli, seperti misalnya juru masak, satpam, supir, dan tenaga statistik. 


Sehingga, apabila para TKA asal China itu tidak membayar pajak penghasilan ke pemerintah, maka hal itu berarti akan menjadi kerugian negara.


“Akibatnya, muncul kerugian negara dalam bentuk iuran tenaga kerja sebesar US$100 per pekerja per bulan,” kata Faisal.


Dengan demikian, maka para perusahaan smelter China yang ada di Indonesia itu bisa jadi hanya membayar pajak bumi dan bangunan, yang nilainya pun kecil. 


Sehingga, dia menilai bahwa sebagian besar nilai tambah yang seharusnya dimiliki Indonesia, justru malah dinikmati oleh perusahaan China.


Sebelumnya, ekonom kritis terhadap kebijakan pemerintah telah menyatakan hilirisasi nikel model Presiden Jokowi lebih menguntungkan China, ketimbang pemerintah Indonesia.


Menurutnya, nilai tambah dari industri smelter itu berasal dari produk smelter dikurangi bijih nikel. Sedangkan nilai tambah yang dinikmati pengusaha berupa laba. 


Sedangkan, nilai tambah yang dinikmati pemodal berbentuk bunga, pekerja berbentuk upah, pemilik lahan berbentuk uang sewa.


Realitanya, kata Faisal, hampir seratus persen modal dari smelter nikal yang beroperasi di Indonesia, berasal dari perbankan China. Otomatis, pendapatan bunga hampir seluruhnya mengalir ke China.


“Hampir semua smelter nikel milik pengusaha China. Karena dapat fasilitas tax holiday, tak satu persen pun keuntungan itu mengalir ke Tanah Air,” kata Faisal yang dikutip dari laman faisalbasri.com, Jakarta, Sabtu (12/8/2023) pekan lalu.


Direktur IRS: Dengan Pendidikan Setara, TKA China Digaji 7 Kali Lipat dari Pekerja Lokal



Dalam jabatan dan tingkat pendidikan yang sama, gaji tenaga kerja asal (TKA) China besarannya 7 kali lipat dari gaji tenaga kerja lokal.


Begitu laporan tertulis yang diliris Direktur Indonesia Resources Studies (Iress) Marwan Batubara, Jumat (20/1).


"Rata-rata gaji TKA China sebesar Rp 21 juta rupiah sedangkan untuk tenaga kerja lokal dengan standar UMR berkisar Rp 3.000.000," ujar Marwan Batubara.


Dikatakan Marwan, mayoritas TKA China yang bekerja di Indonesia merupakan lulusan SD, SMP dan SMA. 


Namun, gaji besar mereka teria, dengan berkisar Rp 15 juta hingga Rp 35 juta per bulan. Nestapa bagi tenaga kerja lokal bukan saja soal gaji. 


Kata Marwan, peluang kerja tenaga kerja lokal juga tidak besar degan banyaknya TKA yang datang.


"Dilematika pekerja lokal dan nasional di smelter-smelter milik China dan konglomerat oligarkis sangat tragis. Kesempatan kerjanya mereka terbatas karena porsinya dirampok oleh TKA China," tandasnya.


Pengamat Buka-Bukaan Soal Gaji Satpam Asal China, Berlipat-lipat dari Tenaga Kerja Lokal


Pengamat tenaga kerja Indonesia Marwan Batubara mengaku memiliki data perihak tenaga kerja asing (TKA) asal China.


Data-data tersebut diakui Marwan sebagian telah dipublikasi di beberapa media.


"Rezim (rezim Presiden Jokowi) begitu strict terhadap warganya sendiri, tapi tetapi terhadap TKA asal Republik Rakyat China (RRC) atau TKA China ini terjadi sebaliknya,” kata Marwan, dikutip dari Youtube Bang Edi, Sabtu 8 Mei 2021.


Marwan menyimpulkan, perlakuan 'khusus' rezim Presiden Jokowi terkadap TKA China ini kemungkinan untuk mempersatukan pemerintah, pengusaha dan investor asing khususnya China.


Marwan pun menyentil Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan.


“Ada kebohongan publik yang dilakukan oleh rezim. Salah satunya oleh Luhut Binsar Panjaitan yang merupakan Menko Kemaritiman dan Investasi,” ungkap Marwan.


Kebohongannya yaitu, Luhut menyebutkan TKA China didatangkan hanya sebagai tenaga ahli.


Namun nyatanya, dibeberapa perusahaan TKA China bahkan lebih banyak yang belum S1.


“Di VDNI, kita berhasil menemukan 90 persennya hanya lulusan SD, SMP, dan SMA. Sementara S1 dan D3 yang disebut sebagai ahli hanya sekitar 9 persen,” jelas Marwan.


“Untuk di OSS, S1 dan D3 hanya 21 persen. Sisa itu lulusan SD, SMP, dan SMA,” tambah dia.


Hal ini pun diklaim Marwan sebagai bentuk penjajahan karena karena tenaga kerja lokal yang memiliki ijazah SD hingga SMA itu sangat berlimpah.


“Belum lagi, kita bicarakan soal gaji. Gaji TKA asal Republik Rakyat China (RRC) itu berlipat-lipat dari tenaga kerja lokal. Gaji satpam asal RRC di VDNI saja sudah menembus angka 13 ribu sampai 16 ribu yuan atau sekitar 26 juta rupiah,” pungkasnya. [Buletindewata/Inilah]

Baca Juga

Penting:

Apabila terdapat kesalahan informasi dalam berita ini, silahkan kirim koreksi/laporan Anda ke alamat email kami di [email protected].
  • Bagikan